KelaSaham
04 Oct 2024
STUDI KASUSKeterbukaan informasi PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) pada awal September 2024 lalu mengenai rencana Spin off entitas anak mereka,PT Adaro Andalan Indonesia (AAI) menjadi perbincangan hangat di pasar modal. Banyak orang yang menimbang untung-rugi dari aksi korporasi ini.
Setelah divestasi AAI, apakah ADRO akan diuntungkan?
Sebagai pemegang saham ADRO, apakah mendapatkan AAI di harga valuasi $ 2,6 Miliar termasuk murah?
Jika ADRO kehilangan AAI, dari mana sumber profitabilitas mereka di masa depan?
Apakah prospek AAI masih cerah?
Dan pertanyaan untung rugi lainnya.
Bagi kami, aksi korporasi ini mengingatkan kami pada kisah IPO (Initial Public Offering) ADRO pada tahun 2008 lalu.
Sebagai gambaran, pada Juni 2008, saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mencapai rekor tertinggi, Rp 8.550 per lembar! Market cap BUMI waktu itu mencapai Rp 166 Triliun yang menjadikan BUMI sebagai perusahaan terbesar di bursa dan menjadi primadona di kalangan investor. Konon, waktu itu banyak orang yang datang ke sekuritas untuk menanyakan, “Bagaimana membeli saham BUMI?” alih-alih bertanya cara membuka RDN.
Harga batu bara juga mencapai level tertinggi waktu itu, di atas $100 per ton. Momentum dan taildwind di industri batu bara waktu itu berhasil dimanfaatkan oleh PT Adaro Energy (ADRO) untuk listing dan menjadikannya IPO terbesar dalam sejarah BEI, Rp 12,2 Triliun! Rekor ini baru bisa dipecahkan 13 tahun kemudian oleh PT Bukalapak.com Tbk (BUKA).
Jika kita melihat ulang proses IPO ADRO 8 windu yang lalu, sebenarnya ada hal yang menarik, yaitu penggunaan dana IPO ADRO yang sebagian besar dialokasikan untuk menambah modal dan mengakuisisi saham entitas anaknya, yaitu PT Alam Tri Abadi (ATA) yang kelak berganti nama menjadi PT Adaro Andalan Indonesia (AAI). Entitas ini pula yang kemudian akan didivestasi ADRO menyusul rencana mereka untuk fokus pada green energy.
Mengapa sebagian besar dana IPO ADRO “harus” digunakan untuk Right Issue ke PT Alam Tri Abadi?
Itu pertanyaan pentingnya. Walaupun jawabannya sudah jelas, namun bagi kami masih abu-abu.
Pertanyaan sederhana itu membawa kami ke banyak pertanyaan berikutnya hingga akhirnya kami merangkum kronologi dan menggambar bagaimana kondisi struktur Grup PT Adaro Indonesia (ADRO) waktu itu. Mari kita bahas satu per satu.
Walaupun terlihat cukup “rumit” tapi ini merupakan struktur Grup ADARO sebelum IPO yang telah kami sederhanakan. Sebenarnya ada banyak cerita yang bisa digali dari struktur ini, tapi mari kita fokus ke 1 bagian penting terlebih dahulu, posisi PT Alam Tri Abadi dalam struktur ADRO.
PT Alam Tri Abadi menjadi entitas langsung ADRO yang saat itu memegang beberapa entitas penting seperti PT Adaro Indonesia, Coaltrade dan PT Indonesia Bulk Terminal.
Dari sini sebenarnya kita bisa menduga-duga alasan mengapa sekitar 90% dana IPO ADRO di 2008 akhirnya dialihkan ke entitas PT Alam Tri Abadi.
Mari kita sorot bagaimana struktur kepemilikan saham PT Adaro Indonesia yang jadi ayam petelur emas ADRO:
Disini kita tau 1 fakta yang jelas, ADRO telah memiliki 66,07% saham PT Adaro Indonesia lewat 3 entitas.
Lalu di mana sisa 33,93% saham PT Adaro Indonesia?
Dipegang oleh PT Viscaya Investments secara langsung 28,33% dan 4,67% lewat entitas cucunya, Indonesia Coal Pty Ltd.
PT Viscaya Investment saat itu dimiliki oleh 3 pemegang saham:
Nah Ariane Investments dan Agalia Energy inilah yang menjadi objek akuisisi yang akan dilakukan PT Alam Tri Abadi karena memegang secarara tidak langsung “sisa saham” entitas yang berharga waktu itu, PT Adaro Indonesia, Coaltrade dan PT Indonesia Bulk Terminal.
Jadi pertanyaan awal mengapa lebih dari 90% dana IPO ADRO “diberikan” kepada ATA sudah terjawab, karena PT Alam Tri Abadi mendapatkan mandat untuk mengumpulkan “sisa saham” dengan cara mengakuisisi Ariane Investments dan Agalia Energy.
Lalu siapa pemegang saham kedua entitas itu?
Pemegang Saham Ariane Investments Mezznine
Sedangkan Agalia Energy Investments Pte Ltd dimiliki sepenuhnya oleh Agalia Capital.
Nah disini hal yang cukup tricky. Dari pemegang saham tersebut, nama-nama yang muncul merupakan “para” Asset Management. Seperti yang kita tau, asset management sudah pasti mengelola dana investor. Lalu siapa investor yang dimaksud?
Lagi-lagi ini cukup tricky. Apakah milik konsorsium founder ADRO (Thohir Family, Subianto Family, Rachmat Family, dan Saratoga)?
Untuk jawaban ini yang cukup abu-abu bagi kami, karena tidak ada bukti yang jelas, hanya ada asumsi dari beberapa potongan berita yang diterbitkan Detik pada tahun 2005.
Silahkan kalau teman-teman punya asumsi sendiri, apakah sisa kepemilikan saham ini dimiliki Founder? Ataukah memang ada pihak lain?
Hal ini cukup penting mengingat nilai akuisisi saham Ariane Investment & Angalia Energy yang mencapai Rp 9,9 Triliun!
Jackpot!?
Bagaimana dengan murah atau mahalnya aksi korporasi ini? Silahkan simpulkan sendiri dari laporan keuangan ADRO Q3 2008
Yang jelas akuisisi ini menyebabkan munculnya nilai goodwill yang signifikan.
Mari kita kembali lagi ke pembahasan mengenai divestasi yang akan dilakukan ADRO atas entitas ini.
Jika kita membaca laporan tahunan ADRO tahun 2023 dan tahun sebelumnya, kita tidak akan menemukan nama PT Adaro Andalan Indonesia (AAI). Walaupun nama ini “baru” muncul, namun sebenarnya entitas ini sudah lahir sejak 2 dekade yang lalu, tepatnya di penghujung tahun 2004 dengan nama lahir PT Alam Tri Abadi.
Nama PT Alam Tri Abadi dipertahankan hingga laporan keuangan Q1 2024 ADRO. Barulah pada laporan keuangan Q2 2024 ADRO, nama PT Adaro Andalan Indonesia pertama kali diperkenalkan. Jadi, entitas ini memang sudah ada sejak lama, hanya berganti nama.
Divestasi PT AAI menjadi hal penting dan material karena PT AAI memegang aset-aset “daging” milik ADRO. Pernyataan ini cukup mendasar karena jika kita melihat struktur grup di bawah PT AAI
Oh ya, sebagai catatan ADRO tidak pernah secara gamblang membuka struktur entitas grup nya, namun berdasarkan beberapa sumber keterbukaan informasi ADRO yang ada, kami merangkumnya seperti pada gambar di atas. Kemungkinan ada beberapa entitas yang kami lewatkan, namun seharusnya tidak mengubah fakta bahwa AAI ini memegang aset daging milik ADRO.
Salah satu entitas daging itu adalah PT Adaro Indonesia, selain itu ada juga entitas Balangan Coal yang diakuisisi pada 2013 lalu yang terdiri dari PT Semesta Centramas, PT Laskar Semesta Alam dan PT Paramitha Cipta Saran, serta ditambah PT Mustika Indah Permai. Jika ditotal, maka Entitas grup AAI menyumbang 60,8 juta ton produksi ADRO di tahun 2023, atau sekitar 92% dari total produksi ADRO secara keseluruhan.
Ada 1 entitas di bawah AAI yang cukup menarik perhatian, yaitu Adaro Capital Limited yang menjadi “kendaraan” ADRO dalam mengakuisisi Kestrel Coal yang memproduksi batu bara kokas pada 2018.
Hal ini cukup menarik karena rencana divestasi AAI merupakan langkah ADRO dalam memisahkan unit bisnis batu bara Thermal mereka karena ingin fokus pada green energy. Kestrel bisa jadi dijual AAI kepada ADRO atau PT Adaro Minerals Indonesia (ADMR) untuk tetap dipertahankan.
Sebelumnya, AAI pada 20 Juni 2024 telah menjual 2,6 miliar lembar saham ADMR kepada ADRO senilai Rp 3,5 Triliun. Keuntungan penjualan saham ADMR ini lah yang menjadi salah satu pendapatan nonrecurring gain PT AAI sebesar $322,9 juta.
Lalu mari kita beralih ke rencana transaksi divestasi AAI ini
Ada beberapa poin penting yang kami garis bawahi.
Nah jadi, apakah valuasi PT Adaro Andalan Indonesia (AAI) di harga valuasi $ 2,6 Miliar cukup menarik?
Mari kita tunggu prospektus resmi nya dan akan kita bahas pada artikel lainnya.
Mau menjadi investor independen yang memiliki keyakinan dan ketenangan dalam investasi saham?
KelaSaham sudah membuat framework analisis perusahaan yang dapat kamu pakai dalam perjalanan menjadi investor independen.
Lihat Program Kami