Filosofi Investasi
Ada 1 konsep investasi yang tak lekang oleh zaman, yaitu value investing. Value investing bukan hanya membeli saham terdiskon, tapi juga tentang memahami bisnis di balik saham tersebut serta memiliki keyakinan dalam penciptaan nilai jangka panjang dari investasi tersebut.
Filosofi investasi ini telah menjadi landasan bagi banyak investor sukses di seluruh dunia, seperti Benjamin Graham, Warren Buffett, Charlie Munger, Howard Marks, Li Lu, Monish Pabrai, serta Lo Kheng Hong.
Analisis fundamental yang menyeluruh terhadap kinerja perusahaan, model bisnis, laporan keuangan, dan potensi pertumbuhan jangka panjang perusahaan.
Fokus kami ada pada kualitas bisnis dan kinerja bisnis, bukan naik turun nya saham setiap hari yang diperlihatkan Mr. Market.
Memperhatikan siapa orang yang menjalankan perusahaan, apakah orang tersebut memiliki integritas, kompetensi dan mampu beradaptasi.
Perusahaan yang produknya disukai dan/atau dibututuhkan sehingga memiliki kekuatan untuk menaikkan harga jual tanpa kehilangan pelanggan dan memiliki keunggulan yang sulit ditiru pesaingnya.
Fokus utama kami adalah pada nilai intrinsik suatu bisnis, yang dinilai dari potensi arus kas di masa yang akan datang, serta bukan hanya berdasarkan nilai buku yang tercatat dalam neraca keuangan.
Membeli perusahaan dengan memperhatikan konsep "margin of safety" yang menekankan pentingnya membeli aset dengan harga diskon yang signifikan dari nilai intrinsiknya, untuk melindungi investor dari risiko penurunan harga yang tidak terduga.
Pada Agustus 2020, kami membeli HRUM pada harga Rp 1.530/lembar (sebelum stock split) atau dengan market cap HRUM senilai Rp 3,8 Triliun. Padahal saat itu kas setara kas yang dimiliki perusahaan senilai Rp 3,4 Triliun dan HRUM hanya memiliki sedikit utang usaha serta tidak memiliki utang berbunga.
Saat itu HRUM masih memiliki cadangan batubara hingga 10 tahun dengan asumsi produksi yang sama setiap tahun. Sehingga pada saat itu HRUM adalah kesempatan yang tidak bisa kami lewatkan. Pada awal tahun 2021, kami menjual HRUM di harga 6.300/lembar (sebelum stock split) dengan keuntungan 3 bagger (310%).
Pandemi COVID-19 membuat kebutuhan digitalisasi semakin berkembang pesat. Walaupun pendapatan MTDL sebagian besar berasal dari distribusi alat-alat komputer, namun sejak 2020, kontribusi pendapatan dari solusi dan konsultasi semakin meningkat. MTDL sebagai “The Pick & Shovel Business” justru menguntungkan perusahaan karena dapat menawarkan solusi dan konsultasi yang beragam dan unik untuk kebutuhan pelanggan.
Saat itu MTDL juga mencetak pertumbuhan pendapatan di atas 10% dalam beberapa tahun terakhir, kami membeli MTDL pada awal April Rp 1.620/lembar (sebelum stock split) dan pada November 2022 kami menjual MTDL seharga Rp 2.950/lembar (sebelum stock split) dengan keuntungan 82%.
Kelangkaan kontainer peti kemas dan lockdown-nya pelabuhan beberapa negara akibat pandemi membuat kondisi bottleneck pada arus export-import yang meningkatkan kenikan tarif pengiriman (freight rate) dan belum ada tanda-tanda penurunan tarif dalam waktu dekat.
Kami meyakini kinerja SMDR akan terus membaik dalam kuartal-kuartal mendatang, sehingga kami membeli SMDR pada akhir Oktober 2022 di harga Rp 812/lembar (sebelum stock split) dan menjualnya setengah tahun kemudian di harga Rp 1.772/lembar (sebelum stock split) dan memberikan keuntungan 120%.
PTBA merupakan salah satu perusahaan batu bara yang konsisten mencatatkan ROE (return on equity) mencapai double digit. Dengan karakter bisnis komoditas yang tidak bisa mengatur harga PTBA dapat konsisten melakukan efisiensi dalam biaya penambangan.
Selain itu kami menilai PTBA bisa mengamankan penjualannya kepada PLN sebagai salah satu end buyer tetap. Hal itu membuat kami membeli PTBA pada Agustus 2021 dan mendapatkan keuntungan 73% setelah melakukan penjualan PTBA pada April 2022.
Kami mulai melirik BYAN saat kinerja perusahaan semakin membaik setelah memiliki historis penurunan nilai (impairment) hingga mencapai Rp 4,2 Triliun. Kinerja BYAN saat itu mulai membaik, seperti leverage yang semakin berkurang dan mencatatkan margin keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan batu bara lainnya.
Pada saat yang sama, owner BYAN, Low Tuck Kwong terus mengakumulasi saham BYAN, dari 51% di 2018 hingga mencapai 55% pada kuartal 3 2021. Adanya indikasi keyakinan PSP akan prospek BYAN membuat kami semakin yakin membeli BYAN pada harga Rp 14.800/lembar (sebelum stock split) dan menjual BYAN 1 tahun setelahnya pada harga Rp 70.750/lembar (sebelum stock split) yang membuat kami mendapatkan keuntungan 4 bagger (400%)