KelaSaham
05 Aug 2024
STUDI KASUS“Apa yang ada dipikiran Anda ketika mendengar nama PT United Tractors Tbk (UNTR)?”
Sebagian dari kita mungkin menjawab “Distributor Komatsu!” “Kontraktor tambang no 1 di Indonesia!” ”Pick & Shovel Company!”
Yes! Branding UNTR memang tak jauh dari 3 hal tersebut, sebab sudah lebih dari setengah abad PT United Tractors Tbk (UNTR) menjadi distributor tunggal alat berat Komatsu di Indonesia. Dari bisnis distributor ini pula UNTR kemudian membentuk unit usaha Kontraktor Penambangan yang dijalankan lewat anak usaha mereka, PT Pamapersada Nusantara (PAMA) yang kemudian menjadi kontraktor tambang terbesar di Indonesia.
Walaupun terkenal sebagai pick & shovel company dalam industri pertambangan, namun ada satu hal yang menarik jika kita melihat komposisi pendapatan UNTR dalam 2 tahun terakhir!
Let’s dig deeper!
UNTR mengelompokkan segmen bisnisnya menjadi 6 bagian, mesin konstruksi, kontraktor penambangan, penambangan batu bara, penambangan emas & mineral lainnya, industri konstruksi, dan energi. Dari portfolio bisnis di bawah UNTR ini, tak berlebihan pula jika kita menyebut UNTR sebagai subholding PT Astra International Tbk (ASII) dalam bisnis Pertambangan.
Di tahun 2023, UNTR berhasil mencatatkan pendapatan sebesar Rp 128,6 Triliun. Jika kita bedah, pendapatan UNTR ini dikontribusi oleh 3 segmen utama:
Pendapatan UNTR dari segmen batubara memang cukup naik signifikan dalam beberapa tahun terakhir yang tak lain akibat harga jual batubara yang memang mengalami kenaikan harga dalam beberapa tahun terakhir, terutama pada tahun 2022-2023.
Oleh sebab itu kita tidak bisa mengabaikan segmen bisnis pertambangan batubara ini!
Pendapatan UNTR dari segmen penambangan batubara bahkan “hampir” menyerupai pendapatan penjualan mesin konstruksi yang merupakan bisnis “original” UNTR. Namun jika kita melihat sedikit jauh kebelakang, UNTR bukanlah anak kemarin sore dalam bisnis batubara, pada tahun 1989, UNTR sebenarnya sudah memiliki tambang batubara lewat akuisisi 60% saham PT Berau Coal yang sekarang dimiliki oleh PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) yang merupakan bagian dari Sinar Mas Group.
Namun pada 29 Juli 2004, UNTR memutuskan untuk mendivestasi PT Berau Coal kepada PT Armadian Tritunggal dengan harga penjualan Rp 407 Miliar. Dana hasil divestasi dipakai untuk pelunasan sebagian utang UNTR saat itu.
Tapi tak lama kemudian, pada 30 April 2007, UNTR kembali masuk pada bisnis tambang batubara setelah mengakuisisi tambang batubara PT Dasa Eka Jasatama lewat PT Pamapersada Nusantara (PAMA), dan setahun setelahnya UNTR kembali mengakuisisi PT Tuah Turangga Agung. 6 Tahun kemudian, PT Tuah Turangga Agung akhirnya menjadi “induk” dari aset-aset tambang batu bara UNTR.
Semakin besarnya bisnis penambangan batu bara milik UNTR membuatnya jadi menarik untuk dibandingkan dengan perusahaan batu-bara lainnya. Sebenarnya seberapa besar segmen pertambangan batubara UNTR?
Untuk menjawabnya, mari kita bandingkan dengan PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan PT Golden Energy Mines (GEMS) yang dikenal sebagai perusahaan “murni” di sektor penambangan batubara.
Dari segi volume penjualan, UNTR kalah jauh dibandingkan 3 perusahaan lainnya, volume penjualan sebesar 11,8 juta ton di tahun 2023 tergolong “mini” jika kita bandingkan dengan GEMS yang mencatatkan volume penjualan batubara sebesar 46,8 juta ton di tahun yang sama.
Sejalah dengan itu, dari segi pendapatan, masih kalah juga dibandingkan PTBA, GEMS, dan ITMG. Pendapatan 2023, di posisi pertama GEMS (Rp 44,8 Triliun), lalu PTBA (Rp 38 Triliun), lalu ITMG (Rp 36,5 Triliun), dan diposisi terakhir, UNTR (Rp 30,5 Triliun).
Tapi total pendapatan tidak bisa menjadi tolak ukur dalam mengukur profitabilitas, yang paling penting dari total pendapatan yang ada, berapa yang jadi laba bersih?
Itu yang penting!
Dalam catatan kaki dalam laporan keuangan UNTR, memang tidak didapatkan laba bersih dari segmen batubara, namun kita bisa mencoba mengestimasinya berdasarkan laba sebelum pajak lalu kita kurangi dengan tarif pajak yang berlaku, 22%.
Kita bisa lihat bahwa pada tahun 2023, total laba bersih UNTR sebesar Rp 7,5 Triliun untuk segmen batubara lebih tinggi dibandingkan PTBA yang mencatatkan laba bersih sebesar Rp 6,1 triliun. Laba bersih UNTR bahkan hampir menyerupai laba bersih ITMG dan GEMS yang dikenal sebagai perusahaan tambang batu bara “murni.”
Jadi ya, bisnis pertambangan batubara UNTR tergolong cukup besar dan mungkin bisa disejajarkan dengan perusahaan tambang batubara “murni” lainnya.
Dan menariknya, coba tebak siapa kontraktor tambang untuk pengerukan batubara milik PTBA, ITMG, dan beberapa perusahaan tambang batubara lainnya?
Jika kita melihat “supplier” PTBA dan ITMG dalam jasa penambangan, maka kita akan mendapatkan nama PT Pamapersada Nusantara, yang merupakan entitas anak UNTR.
Sinergi antara bisnis mesin konstruksi, kontraktor penambangan, dan penambangan batubara UNTR, menjadikannya bukan hanya pick & shovel company, tapi menjadi perusahaan pertambangan yang terintegrasi dan patut dipertimbangkan.
Namun bukan berarti kami ingin merekomendasikan Anda untuk berinvestasi di UNTR, sebab tulisan ini hanya mewakili sedikit mengenai UNTR dan tidak bisa dijadikan landasan dalam keputusan jual beli.
Dari studi kasus UNTR ini kami ingin membawa POV baru bahwa branding yang dibawa oleh suatu perusahaan bisa jadi hanya sebagian kecil dari bisnis perusahaan secara keseluruhan. Siapa yang menyangka bahwa laba yang dihasilkan dari segmen batubara UNTR ternyata bisa lebih “besar” dibandingkan perusahaan batubara “murni” yang kita kenal selama ini?
Oleh sebab itu kita perlu menganalisis mandiri lebih dalam mengenai suatu perusahaan alih-alih hanya mendengar dari orang-orang, always do your own research!
Mau menjadi investor independen yang memiliki keyakinan dan ketenangan dalam investasi saham?
KelaSaham sudah membuat framework analisis perusahaan yang dapat kamu pakai dalam perjalanan menjadi investor independen.
Lihat Program Kami